Laman

Rabu, 28 Desember 2011

Analisis Hasil Pertanian (Laporan Akhir)


BAB I
PENDAHULUAN
Tahap analisis adalah tahap yang paling penting baik dalam kegiatan penelitian maupun pengawasan mutu. Kriteria utama yang sangat perlu diperhatikan dalam suatu analisis adalah ketepatan, ketelitian, dan selektivitas. Dalam analisis suatu pengukuran sangat lazim terjadi kesalahan–kesalahan, baik itu kesalahan pribadi (kesalahan rambangan) maupun kesalahan dari masing–masing alat yang digunakan (kesalahan kalibrasi).
Bahan pangan mengandung komponen-komponen zat gizi yang sangat mudah rusak, yang secara umu terbagi atas enam kelompok besar, yakni: karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air serta komponen lain yang tidak termasuk zat gizi. Komponen zat gizi terdiri dari berbagai macam jenis, yang jumlah dan kandungannya dapat diketahui dengan cara analisis.
Hal-hal penting yang perlu dilakukan untuk mengurangi kesalahan dalam analisis adalah: 1. Cara-cara pengambilan contoh dan persiapan sampel yang besar, 2. Ketepatan analisis, 3. Pemilihan metode yang tepat. Selain itu, faktor internal juga perlu diperhatikan dalam melakukan analisis, seperti tidak bersikap subjektif dalam menetapkan hasil analisis.
Metoda analisis hasil pertanian yang umum dilakukan di laboratorium meliputi: penetapan kadar air, penetapan kadar abu dan mineral, penetapan kadar karbohidrat, penetapan kadar serat, penentapan kadar lemak, protein, vitamin, dan sebagainya.
Kadar air suatu bahan pangan sangat penting untuk diketahui, karena berfungsi untuk menentukan zat gizi yang terdapat dalam bahan pangan tersebut, yaitu jika kadar air bahan tinggi maka zat gizinya rendah, sebaliknya jika kadar air bahan rendah maka zat gizinya tinggi.
Dalam melaksanakan analisis di laboratorium dikenal dengan adanya larutan, pelarut, indikator, titran, dan sebagainya. Masing-masingnya berbeda fungsinya dan sangat perlu ketelitian dalam mengukurnya, sehingga kesalahan yang terjadi dapat diminimalisir.
Larutan adalah cairan yang digunakan untuk dianalisis. Larutan dapat diperoleh dari pengenceran bahan pangan dengan larutan pengencer. Larutan pengencer yang biasa diguanakan adalah aquades atau garam fisiologis. Pelarut adalah larutan yang digunakan untuk melarutkan zat larutan/ bahan yang akan dianalisis. Contoh: benzena, hexana, alkohol, dan lain-lain.
Dalam kimia, larutan adalah campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih zat. Zat yang jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut (zat) terlarut atau solut, sedangkan zat yang jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain dalam larutan disebut pelarut atau solven. Komposisi zat terlarut dan pelarut dalam larutan dinyatakan dalam konsentrasi larutan, sedangkan proses pencampuran zat terlarut dan pelarut membentuk larutan disebut pelarutan atau solvasi.
Contoh larutan yang umum dijumpai adalah padatan yang dilarutkan dalam cairan, seperti garam atau gula dilarutkan dalam Gas dapat pula dilarutkan dalam cairan, misalnya karbon dioksida atau oksigen dalam air. Selain itu, cairan dapat pula larut dalam cairan lain, sementara gas larut dalam gas lain. Terdapat pula larutan padat, misalnya aloi (campuran logam) dan mineral tertentu.
Beberapa manfaat dari pangan yang kaya serat justru berasal dari vitamin, mineral, dan komponen aktif lain yang dikandungnya, bukan dari seratnya. Selain itu, efek kesehatan berkaitan dengan pangan berserat tinggi terjadi karena penggantian makanan yang kurang menyehatkan menjadi lebih menyehatkan dan mengganti makanan berlemak dan berkalori tinggi menjadi makanan berlemak dan berkalori rendah-yang umumnya mengandung serat yang tinggi.

 
BAB II
ISI
A.    ANALISIS SERAT
A.1 Tinjauan Pustaka
Jerami merupakan limbah dari batang tumbuhan tanpa akar yang tertinggal setelah dipanen butir buahnya. Jerami dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan kertas/pulping (Anonim, 2009).
Serat adalah suatu jenis bahan berupa potongan-potongan komponen yang membentuk jaringan memanjang yang utuh. Serat dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu serat alami dan serat sintetis (serat buatan manusia). Serat sintetis dapat diproduksi secara murah dalam jumlah yang besar. Namun demikian, serat alami memiliki berbagai kelebihan khususnya dalam hal kenyamanan (Anonim, 2010).
Pulping adalah hasil pemisahan serat dari bahan baku berserat (kayu maupun non kayu) melalui berbagai proses pembuatannya (mekanis, semikimia, dan kimia). Pulp terdiri dari serat–serat (selulosa dan hemiselulosa) sebagai bahan baku kertas .Proses pembuatan pulp diantaranya dilakukan dengan proses mekanis, kimia, dan semikimia. Prinsip pembuatan pulp secara mekanis yakni dengan pengikisan dengan menggunakan alat seperti gerinda (Anonim, 2009).
Serat alami meliputi serat yang diproduksi oleh tumbuh-tumbuhan, hewan, dan proses geologis. Serat jenis ini bersifat dapat mengalami pelapukan. Serat alami dapat digolongkan ke dalam:
·      Serat tumbuhan/serat pangan; biasanya tersusun atas selulosa, hemiselulosa, dan terkadang mengandung pula lignin. Contoh dari serat jenis ini yaitu katun dan kain ramie. Serat tumbuhan digunakan sebagai bahan pembuat kertas dan tekstil. Serat tumbuhan juga penting bagi nutrisi manusia (Anonim, 2010).
·      Serat kayu, berasal dari tumbuhan berkayu (Anonim, 2010).
·      Serat hewan, umumnya tersusun atas protein tertentu. Contoh dari serat hewan yang dimanfaatkan oleh manusia adalah serat laba-laba (sutra) dan bulu domba (wol) (Anonim, 2010).
·      Serat mineral, umumnya dibuat dari asbestos. Saat ini asbestos adalah satu-satunya mineral yang secara alami terdapat dalam bentuk serat panjang (Anonim, 2010).
Serat sintetis atau serat buatan manusia umumnya berasal dari bahan petrokimia. Namun demikian, ada pula serat sintetis yang dibuat dari selulosa alami seperti rayon (Anonim, 2010).
Serat makanan (diatery fiber) adalah komponen dalam tanaman yang tidak tercerna secara enzimatik menjadi bagian-bagian yang dapat diserap di saluran pencernaan. Serat secara alami terdapat dalam tanaman. Serat terdiri atas berbagai substansi yang kebanyakan di antaranya adalah karbohidrat kompleks (Gsianturi, 2003).
Serat makanan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu serat larut (soluble fiber) dan serat tidak larut (insoluble fiber). Umumnya, tanaman mengandung kedua-duanya dengan serat tidak larut pada porsi yang lebih banyak. Serat larut-serat yang larut di dalam air-antara lain terdiri atas pektin, getah tanaman, dan beberapa hemiselulosa. Contoh serat tidak larut adalah lignin dan selulosa (Gsianturi, 2003).
Tabel Macam-Macam Serat dan Sumbernya:
JENIS SERAT
SIFAT
SUMBER
Selulose                                    
Tak larut air, bagian utama dinding sel tumbuh2an, mampu menyerap air, melunakan & memberi bantuk pd feses, membantu gerakan peristaltik usus, membantu defekasi & mencegah konstipasi
Kulit padi, kacang polong, kol, apel.
Hemiselulose
Tak larut & sebagian larut air,  agian utama serat seralia
Kulit padi & gandum
Lignin
Tak larut air, bagian keras dari tumbuh2an, memberi kekuatan pd struktur tumbuh2an
Tangkai sayuran, bag inti wortel, biji jambu biji
Pektin
Larut air, berfungsi sebagai bahan perekat antar sel
Sayur & buah :apel, anggur, wortel, jambu biji, jenis sitrus
Gum
Larut air, digunakan dlm industri pangan sebagai  pengental, emusifer, stabilizer
Sari pohon akasia ( gum arabic )
Mukilase
Larut air, struktur yg komplek
Biji2an & akar
Glukan
Larut air, diduga berperan dlm menurunkan kolesterol
Seralia terutama oat
Algae
Larut air, bahan pengental & stabilizer digunakan sbg  agar2
Algae & rumput laut

Komposisi Kimia Serat Makanan
Komposisi kimia serat makanan bervariasi tergantung dari komposisi dinding sel tanaman penghasilnya. Pada dasarnya komponen komponen penyususn dinding sel tanaman terdiri dari selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin, gum, mucilage yang kesemuanya ini termasuk ke dalam serat makanan. Serat makanan terbagi kedalam dua kelompok yaitu serat makanan tak larut ( unsoluble dietary fiber) dan serta makanan larut (soluble dietary fiber). Serat tidak larut  contohnya selulosa, hemiselulosa dan lignin yang ditemukan pada serealia, kacang- kacangan dan sayuran. Serat makanan larut contohnya gum, pektin dan mucilage (Tensiska, 2008).
Selulosa
Selulosa tidak larut dalam air dingin maupun air panas serta asam panas dan alkali panas. Selulosa merupakan komponen penysun dinding sel tanaman bersama-sama dengan hemiselulosa, pektin dan protein. Selulosa merupakan polimer dari glukosa berantai lurus dengan ikatan (1 – 4) glikosidik dengan jumlah glukosa sampai 10.000 unit.. Ikatan (1 – 4) glikosidik ini menghasilkan konformasi seperti pita yang panjang. Setiap dua residu terjadi rotasi 1800 yang dapat membentuk ikatan Hidrogen antar molekul pada rantai yang paralel. Amilase mamalia tidak bisa menghidrolisis ikatan  (1 – 4) (Tensiska, 2008).
Hemiselulosa
Menurut Izydorczyk, Cui dan Wang (2005) hemiselulosa merupakan polisakarida heteropolimer yang menyusun dinding sel tanaman tingkat tinggi dan sering terikat dengan selulosa dan lignin. Struktur hemiselulosa dibagi menjadi empat kelompok berdasarkan komposisi rantai utamanya yaitu (1) D- xylan yaitu 1-4 xylosa; (2) D-manan yaitu (1 – 4) -D- mannosa; (3) D-xyloglucan dan (4) D-galactans yaitu 1-3 -D-galaktosa. Hampir semua hemiselulosa disubtitusi dengan berbagai karbohidrat lain atau residu non karbohidrat. Karena berbagai rantai cabang yang tidak seragam menyebabkan senyawa ini secara parsial larut air (Tensiska, 2008).
Perbedaan selulosa dengan hemiselulosa yaitu hemiselulosa mempunyai derajat polimerisasi rendah (50 – 200 unit) dan mudah larut dalam alkali, tetapi sukar larut dalam asam, sedangkan selulosa sebaliknya (Tensiska, 2008).
Lignin
Lignin merupakan polimer non karbohidrat yang bersifat tidak larut dalam air.  Lignin merupakan senyawa turunan alkohol kompleks yang menyebabkan dinding sel tanaman menjadi keras. Lignin merupakan heteropolimer yang sebagian besar monomernya p-hidroksifenilpropana dan semua lignin mengandung koniferil alkohol (Tensiska, 2008).
Lignin tidak larut dalam air dan sebagian besar pelarut organik (Robinson, 1991). Lignin adalah polimer yang banyak cabangnya dan banyak memiliki ikatan silang. Karena bukan karbohidrat, lignin telah lama diperdebatkan apakah masih bisa dikategorikan serat atau tidak. Mengingat kandungan lignin relatif kecil pada bahan pangan, pertanyaan tersebut menjadi tidak penting lagi (Tensiska, 2008).

Serat kasar merupakan residu dari bahan pangan nabati, yang didominasi oleh selulosa dan sedikit lignin dan pentosa. Setiap bahan pangan mengandung serat dalam jumlah bervariasi. Serat bermanfaat bagi manusia. Kandungan serat dalam bahan pangan dapat ditentukan berdasarkan analisis kimiawi (Eddy, 2008).
A.2 Bahan Dan Metoda
a.    Alat :
l  Wadah tempat pemasakan
l  Alat potong
l  Alat pemanas
l  Wadah pencuci
l  Mesin penggiling
l  Pisau atau gunting
b.    Bahan :
o    Jerami
o    Asam sulfat pekat (72%)
o    Aquades
o    Kertas lakmus
c.    Prosedur Kerja :
1.        Maksimal 1 gr serbuk serat ditimbang dam dikeringkan pada suhu 105 OCselama 3 jam. Setelah didinginkan dalam eksikator contoh ditimbang dan dikeringkan lagi sampai berat konstan. Dari proses tersebut dapat ditentukan kadar airnya.
2.        Contoh yang lainnya sebanyak 1 gr dimasukkan ke dalam  wadah ekstraksi, ditutup dengan kapas dan diekstraksi dengan etanol dan hexane selama 3 jam.
3.        Kemudian dioven selama ½ jam, selanjutnya larutan dipisahkan dari sampel dan benzene yang masih tersisa dicuci dengan 50 ml etanol murni.
4.        Sampel dipisahkan secarakuantitatif ke dalam gelas piala dan dengan 400 ml air panas disiram, diataruh diatas penangas air selama 3 jam.
5.        Sampel selanjutnya disaring dengan saringan gelas, dicuci dengan 100 ml air panas dan kemudian dengan 50 ml etanol dan dibiarkan kering udara.
6.        Sampel dimasukkan ke dalam gelas piala kecil dengan hati-hati sambil terus diaduk ditambahkan 15 ml H2SO4 72% suhu 12-15 OC.
7.        Aduk sempurna paling kurang 1 menit.
8.        Sampel dipindahkan ke dalam erlenmeyer asah ukuran 1 liter, saring, diaduk dengan gelas pengaduk (suhu 18-20 OC).
9.        Sampel dipindahkan ke dalam erlenmeyer asah ukuran 1 liter dengan bantuan 560 ml aquades sehingga komsemtrasi asah menjadi 3%. Erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin dan lalu dimasak selama 4 jam.
10.    Setelah itu dibiarkan mengendap dan baru disaring melalui gelas penyaring (terlebih dahulu ditimbang dengan gelas timbang), cuci dengan 500 ml air panas sehingga bebas asam, keringkan selama 2 jam pada suhu 105 OC. Dinginkan dalam eksikator dan timbang dalam gelas timbang.
11.    Pengeringan dilanjutkan sampai berat konstan.
12.    Kadar lignin dapat dihitung berdasarkan berat sisa (baghagian yang tertinggal setelah perlakuan hidrolisa terhadap berat kering serat yang tidak diekatraksi).
       Kadar lignin =
       Keterangan : A = Berat endapan (gr)
                            B = Berat contoh kering tanur (gr)















A.3 Hasil Dan Pembahasan
Hasil Pengamatan
BAHAN
KA BK
KA BB
KADAR LIGNIN
Jerami
146,8%
59,49 %
43,25%

Berat sampel                                                   = 1,0130 gr
Berat cawan                                                    = 4,4779 gr
Berat cawan+sampel sebelum dikeringkan     = 5,4929 gr
Berat cawan+sampel setelah dikeringkan       = 4,8903 gr
Berat sampel setelah dikeringkan                   = (4,8903-4,4779)       = 0,4104 gr

a.       Kadar air (BB)            = 1,0130 – 0,4104  x 100%     = 59,5%
1,0130
b.      Kadar air (BK)= 1,0130 – 0,4104  x 100%    = 146,8%
0,4104
Berat kertas saring                                          = 0,9088 gr
Berat sampel                                                   = 1,0100 gr
Berat ks+sampel setelah dioven                      = 1,55 gr
Berat endapan                                     = 1,55-0,9088              = 0,6412 gr
Berat kering                                        = 1,0100 x 146,8%      = 1,4827%
c.       Kadar lignin                                        = 0,6412  x 100%        = 43,25%
1,4827


Pembahasan
Jerami yang digunakan dalam analisis serat pada objek ini adalah berasal dari batang padi yang telah dikeringkan. Kadar air jerami adalah sekitar 59,5% (Berat basah). Dari kadar air tersebut diketahui adalah batang padi ini tergolong kering sebelum dianalisa kadar seratnya. Jerami memiliki tekstur yang memanjang dan berserat berlapis-lapis. Serat jerami mengandung lignoselulosa, hal ini terbukti saat dianalisa ternyata kandungan lignin pada batang jerami adalah sebesar 43,25%.
Tingginya kadar lignin pada batang jerami ini menandakan kadar seratnya juga tinggi, sehingga batang jerami efektif dijadikan sebagai bahan baku pembuatan kertas.
Jenis serat yang terkandung dalam batang jerami adalah serat alami yang tidak dapat/ susah dicerna. Serat tumbuhan/serat pangan biasanya tersusun atas selulosa, hemiselulosa, dan terkadang mengandung pula lignin (Anonim, 2010).
Lignin adalah suatu polimer yang kompleks dengan berat molekul tinggi, tersusun atas unit-unit fenilpropan. Meskipun tersusun atas karbon, hidrogen dan oksigen, lignin bukanlah suatu karbohidrat dan bahkan tidak ada hubungannya dengan golongan senyawa tersebut. Sebaliknya lignin pada dasarnya adalah suatu fenol. Lignin sangat stabil dan sukar dipisahkan dan mempunyai bentuk yang bermacam-macam, karena susunan lignin di dalam kayu adalah tidak menentu.
Untuk menganalisa adanya kandungan lignin dalam batang jerami digunakan larutan asam sulfat pekat dengan berbagai perlakuan pemanasan, sehingga akhirnya diperoleh berat endapan atau bagian yang tertinggal setelah perlakuan hidrolisa tersebut.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam analisa kadar lignin serat agar diperoleh hasil yang akurat adalah kehati-hatian dalam menggunakan pelarut/ larutan untuk menganalisisnya, karena beberapa larutan yang digunakan adalah bersifat agak berbahaya apabila kontak langsung dengan tangan. Selain itu diperlukan ketelitian dalam memindahkan sampel pada setiap tahapan analisisnya, jadi pekerjaan hendaklah dilakukan menurut prosedur yang telah ditetapkan.


B.    ANALISIS MUTU GAMBIR
B.1 Tinjauan Pustaka
Gambir adalah ekstrak air panas dari daun dan ranting tanaman gambir yang disedimentasikan dan kemudian dicetak dan dikeringkan. Bentuk cetakan biasanya silinder, menyerupai gula merah. Warnanya coklat kehitaman. Gambir (dalam perdagangan antarnegara dikenal sebagai gambier) biasanya dikirim dalam kemasan 50kg. Bentuk lainnya adalah bubuk atau "biskuit". Nama lainnya dalah catechu, gutta gambir, catechu pallidum (pale catechu) (Anonim, 2010).
Kegunaan utama adalah sebagai komponen menyirih, yang sudah dikenal masyarakat kepulauan Nusantara, dari Sumatra hingga Papua sejak paling tidak 2500 tahun yang lalu. Diketahui, gambir merangsang keluarnya getah empedu sehingga membantu kelancaran proses di perut dan usus. Fungsi lain adalah sebagai campuran obat, seperti sebagai luka bakar, obat sakit kepala, obat diare, obat disentri, obat kumur-kumur, obat sariawan, serta obat sakit kulit (dibalurkan); penyamak kulit; dan bahan pewarna tekstil (Anonim, 2010).
Gambir digunakan sebagai bahan tambahan untuk menyirih. Selain itu gambir juga memberikan manfaat lain, yaitu untuk mencegah berbagai penyakit di daerah kerongkongan. Tumbuhan ini memiliki zat samak. Sifat gambir ini sebagai astrigens. Selain digunakan sebagai pelengkap menyirih, gambir juga memiliki khasiat obat. Antara lain untuk luka di daerah mulut dan kerongkongan. Untuk mengobati penyakit tersebut, yang digunakan adalah larutan gambir yang bermanfaat sebagai pelembab (Administrator, 2008).
Gambir dapat juga dijadikan sebagai bahan baku utama perekat perekat kayu lapis dan papan partikel. Bila gambir yang diekspor tersebut digunakan sebagai bahan baku perekat kayu lapis didalam negeri maka baru akan memenuhi kebutuhan tiga pabrik kayu lapis yang berkapasitas 5000-6000 m3/bulan (Anonim, 2010).
Kandungan yang utama dan juga dikandung oleh banyak anggota Uncaria lainnya adalah flavonoid (terutama gambiriin), katekin (sampai 51%), zat penyamak (22-50%), serta sejumlah alkaloid (seperti gambirtannin dan turunan dihidro- dan okso-nya. Selain itu gambir dijadikan obat-obatan modern yang diproduksi negara jerman, dan juga sebagai pewarna cat, pakaian (Anonim, 2010).
Catechin adalah salah satu komponen utama pembentuk gambir yang larut secara sempurna dalam ethyl asetat. Penyerapan/ absorbsi larutan gambir di dalam larutan ethyl asetat pada panjang gelombang maksimum 279 nm sebanding dengan kadar catechin di dalam gambir (Kasim, 2005).
Komponen-komponen yang terdapat dalam gambir:
Nama komponen
Persentase (%)
Catechin
Asam Catechu tannat
Pyrocatechol
Gambir flouresensi
Quersetin
Catechu merah
Fixed oil
Lilin
Alkaloid
7-33
20-55
20-30
1-3
2-4
3-5
1-2
1-2
Sedikit
Sumber : Nazir, 2000.
Spektroskopi
Metoda penyelidikan dengan bantuan spektrometer disebut spektrometri. Dengan sumber cahaya apapun, spektrometer terdiri atas sumber sinar, prisma, sel sampel, detektor dan pencatat. Fungsi prisma adalah untuk memisahkan sinar polimkromatis di sumber cahaya menjadi sinar monokromatis, dan dengan demikian memainkan peran kunci dalam spectrometer (Yanuar, 2003).
Dalam spektrometer modern, sinar yang datang pada sampel diubah panjang gelombangnya secara kontinyu. Hasil percobaan diungkapkan dalam spektrum dengan absisnya menyatakan panjang gelombang (atau bilangan gelombang atau frekuensi) sinar datang dan ordinatnya menyatakan energi yang diserap sampel (Yanuar, 2003).

Spektroskopi UV-VIS

Umumnya spektroskopi dengan sinar ultraviolet (UV) dan sinar tampak (VIS) dibahas bersama karena sering kedua pengukuran dilakukan pada waktu yang sama. Karena spektroskopi UV-VIS berkaitan dengan proses berenergi tinggi yakni transisi elektron dalam molekul, informasi yang didapat cenderung untuk molekul keseluruhan bukan bagian-bagian molekulnya. Metoda ini sangat sensitif dan dengan demikian sangat cocok untuk tujuan analisis. Lebih lanjut, spetroskopi UV-VIS sangat kuantitatif dan jumlah sinar yang diserap oleh sampel diberikan oleh ungkapan hukum Lambert-Beer. Menurut hukum ini, absorbans larutan sampel sebanding dengan panjang lintasan cahaya d dan konsentrasi larutannya c (Yanuar, 2003).
Hukum Lambert-Beer dipenuhi berapapun panjang gelombang sinar yang diserap sampel. Panjang gelombang sinar yang diserap oleh sampel bergantung pada struktur molekul sampelnya. Jadi spektrometri UV-VIS dapat digunakan sebagai sarana penentuan struktur. Sejak 1876, kimiawan Swiss-Jerman Otto Nikolaus Witt (1853-1915) mengusulkan teori empiris warna zat (yang ditentukan oleh panjang gelombang sinar yang diserap) dan struktur bagian-bagiannya. Menurut teori ini, semua senyawa berwarna memiliki beberapa gugus tak jenuh. Gugus fungsi semacam ini disebut dengan kromofor. Semua senyawa pewarna dan pigmen memiliki kromofor. Terdapat beberapa faktor lain yang harus diperhatikan sehubungan dengan warna senyawa. Panjang konjugas linear adalah faktor yang penting (Yanuar, 2003).
Spektrofotometri ultraviolet adalah pengukuran absorpsi radiasi elektromagnetik suatu senyawa di daerah ultraviolet (200-350 nm). Gugusan atom mengabsorpsi sinar ultraviolet adalah gugus kromofor yang mempunyai ikatan kovalen tak jenuh. Absorpsi radiasi dipengaruhi oleh organ gugus fungsi lain dalam molekul gugus tersebut adalah gugus auksokrom. Bila gugus auksokrom diikat oleh gugus kromofor maka intensitas absorpsi radiasi akan meningkat (Yanuar, 2003).
Alat spektrofotometri ultraviolet terdiri atas sumber radiasi, monokromotor, wadah sampel, detektor dan rekorder. Sumber radiasi untuk pengukuran di daerah ultraviolet adalah lampu deuterium. Monokromotor berpungsi untuk memperoleh radiasi monokromatis dari sumber radiasi polikromatis. Sampel yang akan dianalisis ditempatkan dalam suatu selatan kuvet berbentuk kotak persegi panjang atau silinder kemudian kuvet ini ditempatkan dalam wadah sampel yang terdapat pada alat spektrofotometer. Detektor berfungsi sebagai petunjuk adanya radiasi yang ditransmisikan oleh sampel dan mengukur intensitas radiasi tersebut. Rekorder dapat menggambarkan secara otomatis kurva serapan pada kertas rekorder (Yanuar, 2003).
Pelarut yang biasa digunakan dalam spektrofotometer ultraviolet adalah etanol 95% karena kebanyakan senyawa larut dalam pelarut ini. Pelarut lain yang dapat dipakai adalah air, metanol, n-heksan, eter minyak bumi dan eter (10) (Yanuar, 2003).
Spektroskopi serapan ultraviolet dan serapan tampak merupakan cara yang paling berguna untuk menganalisis flavonoid. Cara ini digunakan untuk membantu mengidentifikasi jenis flavonoid dan memecahkan pola oksigenasi. Disamping itu, kedudukan gugus hidroksil fenol bebas pada inti flavonoid dapat ditentukan dengan menambahkan pereaksi geser ke dalam larutan cuplikan dan diamati pergeseran puncak serapan yang terjadi sehingga secara tidak langsung cara ini berguna untuk memecahkan kedudukan gula atau metil yang berikat pada salah satu gugus hidroksi fenol. Spektrum flavonoid biasanya ditentukan dalam pelarut metanol atau etanol, meskipun perlu diingat bahwa spektrum yang dihasilkan dalam etanol kurang memuaskan (Yanuar, 2003).

B.2 Bahan Dan Metoda
Ð Penentuan Kadar Catechin dari gambir (SP-SMP-377-1985).
1.      Persiapan standar catechin
Keringkan catechin standar didalam oven pada temperature 105°C selama 3 jam
2.      Persiapan contoh gambir
·      Giling contoh gambir sehalus mungkin dengan menggunakan blender.
·      Buat lapisan gambir setipis mungkin diatas kaca arloji cawan Petri. Usahakan pengeringan yang merata dengan membuat lapisan gambir yang tipis karena pengeringan yang tidak merata akan memperoleh kesalahan yang besar.
·      Keringkan lapisan gambir tersebut dalam oven pada temperature 105°C selama 3 jam sampai kehilangan berat 15-17%.
3.      Prosedur kerja
ü Larutan standar
o  Timbang 50 mg standard catechin kering Ws gr.
o  Tuangkan kedalam labu takar 50 ml secara kuantitatif, larutkan dan ecenkan dengan ethyl asetat selama 5 menit untuk mencapai larutan yang homogen.
o  Pipet 2 ml larutan A secara kuantitatif(point c) kedalam Erlenmeyer bertutup asah 100 ml dan tambahkan ethyl asetat sebanyak 50 ml (larutan B) dan letakan larutan tersebut didalam ultrasonic bath selama 5 menit.
o  Larutan B siap untuk pengukuran.

ü Larutan contoh
o  Timbang 50 mg gambir kering (persiapan contoh gambir no.3) W mg
o  Tuangkan kedalam labu takar 50 ml secara kuantitatif. Larutkan dan encerkan dengan ethyl asetat sampai garis tanda (larutan C)
o  Letakkan larutan C (point b) kedalam ultrasonic bath selama 5 menit kemudian disaring
o  Buang 15 ml filtrate hasil penyaringan pertama dan teruskan penyaringan
o  Pipet 2 ml filtrate larutan C (point d) secara kuantitatif kedalam Erlenmeyer bertutup asah 100 ml tambahkan dengan 50 ml pelarut ethyl asetat    (larutan d)
o  Letakkan larutan D diatas didalam ultrasonic bath selama 5 menit
o  Larutan D siap untuk pengukuran
ü Pengukuran larutan
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat spektrofotometer ultraviolet pada panjang gelombang 270 nm dan 300 nm, dengan tahap-tahap sebagai berikut :
o  Ukuran absorban larutan blanko (ethyl asetat) = 0
o  Ukuran absorban larutan standar (Prosedur kerja, Larutan standar point d pada panjang gelaombang 279 nm – Ec dan 300 nm
Perhitungan : % Catechin =         Et 279  x Ws  x  100 %
                                                          Ec 279  x W
Dimana :
Et 279      = absorban/penyerapan larutan contoh pada panjang gelombang 279 nm
Ec 279      =  absorban/penyerapan larutan standar pada panjang gelombang 279 nm
Ws            =  Berat catechin standar
W             =  Berat contoh gambir
Catatan : Absorban pada 300 nm, max 0,03



Ð Penentuan Kadar Tannin (Metode Lowenthl – Procter)
Sebanyak 5 gram bahan yang telah ditumbuk halus ditambah 400 ml aquades kemudian di didihkan selama 30 menit. Setelah di dinginkan di masukan kedalam labu ukur dan ditambahkan aquades sampai tanda batas, lalu disaring (filtrate I). Diambil 10 ml filtrate I ditambahkan 25 ml larutan indigokarmin dan 750 ml aquades. Selanjutnya dititrasi dengan larutan KMnO4 0,1 sampai warna kuning, missal diperlukan A ml. Diambil 100 ml filtrate I ditambah berturut-turut 50 ml larutan gelatin, 100 ml larutan garam asam, 10 gram kaolin powder, selanjutnya di kocok kuat-kuat beberapa menit dan dissaring (fitrat II). Diambil 25 ml filtrate II dan dicampur dengan larutan indigokarmin sebanyak 25 ml dan aquades 750 ml, kemudian dititrasi dengan lartan KMnO4 0,1 N sampai warna kuning keemasan , misal dibutuhkan B ml. Standarisasi larutan KMnO4 dengan Na-Okasalat.
Rumus : 
Kadar Tannin = (50A-50B) x N/0,1 x 0,00416  x  100%      
                                             5   














B.3 Hasil Dan Pembahasan
Hasil Pengamatan
a.       Kadar catechin
λ
A
201
0.090
204
0.081
207
0.066
210
0.086
213
0.062
216
0.085
219
0.094
222
0.100
225
0.144
228
0.056
231
0.101
234
0.084
237
0.067
240
0.097
243
0.091
246
0.092
249
0.112
252
0.121
255
0.162
258
0.126
261
0.190
264
0.193
267
0.245
270
0.342
273
0.494
276
0.799
279
1.218
282
1.610
285
1.837
288
2.052
291
2.258
294
1.903
297
1.275
300
0.852

Et 279 = 1,224
Ec 279 = 0,544
Ws       = 0,025
W        = 59

% catechin       = Et 279  x  Ws  x 100%


 
 Ec 279  x  W 

                        = 1,224    x  0,025  x 100%


 
                           0,544    x  59
                        = 0,095%


Grafik hubungan antara λ dengan A adalah:

b.      Kadar tannin
A         = 19,25 ml
B         = 11,5 ml
N         = 0,1
% tannin          =[(50x19,25)-(50x11,5)] x (0,1/0,1) x 0,00416  x 100%
                                                                                    5
                                    = 32,24%


Pembahasan
            Gambir adalah komoditi hasil kebun yang banyak dihasilkan di Sumatra Barat, dan merupakan komoditi unggulan. Untuk itu kita layak mengetahui kandungan gambir untuk mengetahui baik atau buruknya mutu gambir.
            Kandungan yang utama dan juga dikandung oleh banyak anggota Uncaria lainnya adalah flavonoid (terutama gambiriin), katekin (sampai 51%), zat penyamak (22-50%), serta sejumlah alkaloid (seperti gambirtannin dan turunan dihidro- dan okso-nya (Anonim, 2010). Dalam praktikum kali ini yang dianalisa adalah kandungan tanin dan katekin dari gambir. Berdasarkan hasil pengamatan, kadar katechin yang diperoleh adalah 0,095%. Ini sangat berbeda jauh dengan literatur yang menyebutkan kadar katechin gambir mencapai 51%. Hal ini mungkin saja disebabkan oleh kurang telitinya praktikan dalam melakukan analisa. Selain itu kesalahan juga dapat berasal dari peralatan yang digunakan, seperti timbangan yang kurang akurat yang dapat menyebabkan data berkurang atau bertambah.
Dari kurva hasil pengamatan dengan spektroskopi UV diperoleh hubungan antara panjang gelombang (λ) dengan Absorban. Absorban itu sendiri adalah banyaknya jumlah cahaya yang dapat diserap oleh sampel. Gambir berwana gelap, yaitu coklat kehitaman. Semakin gelap warna gambir maka cahaya yang diserap juga semakin banyak, dan ini menandakan kadar katechinnya juga semakin tinggi, karena besarnya Absorban sebanding dengan kadar katechin.
Gambir yang diuji pada praktikum kali ini adalah berwarna coklat tua, sehingga Absorbannya tidak terlalu panjang pada λ 279 nm, hal ini menandakan kadar katechinnya yang juga sedikit, yaitu sekitar 0,095%.
Tannin di dalam gambir yang diuji adalah sekitar 32,24%. Kadar tannin dinalisis melalui titrasi dengan KmnO4. Saat melakukan analisis dapat terjadi kesalahan yang dapat mengakibatkan terjadinya penyimpangan pada hasil analisa.

C.    ANALISIS MINYAK DAN LEMAK
C.1 Tinjauan Pustaka
Asam lemak (bahasa Inggris: fatty acid, fatty acyls) adalah adalah senyawa alifatik dengan gugus karboksil. Bersama-sama dengan gliserol, merupakan penyusun utama minyak nabati atau lemak dan merupakan bahan baku untuk semua lipida pada makhluk hidup. Asam ini mudah dijumpai dalam minyak masak (goreng), margarin, atau lemak hewan dan menentukan nilai gizinya. Secara alami, asam lemak bisa berbentuk bebas (karena lemak yang terhidrolisis) maupun terikat sebagai gliserida (Anonim, 2008).
Asam lemak tidak lain adalah asam alkanoat atau asam karboksilat dengan rumus kimia R-COOH or R-CO2H. Contoh yang cukup sederhana misalnya adalah H-COOH yang adalah asam format, H3C-COOH yang adalah asam asetat, H5C2-COOH yang adalah asam propionat, H7C3-COOH yang adalah asam butirat dan seterusnya mengikuti gugus alkil yang mempunyai ikatan valensi tunggal, sehingga membentuk rumus bangun alkana (Anonim, 2008).
Karena berguna dalam mengenal ciri-cirinya, asam lemak dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak jenuh hanya memiliki ikatan tunggal di antara atom-atom karbon penyusunnya, sementara asam lemak tak jenuh memiliki paling sedikit satu ikatan ganda di antara atom-atom karbon penyusunnya (Anonim, 2008).
Asam lemak merupakan asam lemah, dan dalam air terdisosiasi sebagian. Umumnya berfase cair atau padat pada suhu ruang (27° Celsius). Semakin panjang rantai C penyusunnya, semakin mudah membeku dan juga semakin sukar larut (Anonim, 2008).
Asam lemak jenuh bersifat lebih stabil (tidak mudah bereaksi) daripada asam lemak tak jenuh. Ikatan ganda pada asam lemak tak jenuh mudah bereaksi dengan oksigen (mudah teroksidasi). Karena itu, dikenal istilah bilangan oksidasi bagi asam lemak (Anonim, 2008).
Lemak dan minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan lipid  , yaitu senyawa organik yang terdapat  di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar,misalnya  dietil  eter  (C2H5OC2H5), Kloroform(CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya, lemak dan minyak dapat larut dalam  pelarut yang disebutkan di atas  karena lemak dan minyak mempunyai polaritas yang sama dengan pelaut tersebut (Herlina, 2002).
Lemak dan minyak merupakan senyawaan trigliserida atau triasgliserol, yang berarti “triester dari gliserol”.  Jadi  lemak dan minyak juga merupakan senyawaan ester . Hasil hidrolisis lemak dan minyak adalah asam karboksilat dan gliserol. Asam karboksilat ini juga disebut asam lemak  yang mempunyai  rantai  hidrokarbon  yang panjang dan tidak bercabang (Herlina, 2002).
Analisa lemak dan minyak yang umum dilakukan dapat dapat dibedakan menjadi tiga kelompok berdasarkan tujuan analisa, yaitu;
§  Penentuan kuantitatif,  yaitu penentuan kadar lemak dan minyak yang terdapat dalam bahan mkanan atau bahan pertanian (Herlina, 2002).
§  Penentuan kualitas minyak  sebagai bahan makanan, yang berkaitan dengan proses ekstraksinya, atau ada pemurnian lanjutan, misalnya penjernihan(refining), penghilanganbau(deodorizing), penghilangan warna(bleaching). Penentuan  tingkat kemurnian  minyak  ini sangat erat kaitannya dengan daya tahannya selama penyimpanan,sifat gorengnuya,baunya maupun rasanya.tolak ukur kualitas  ini adalah angka asam lemak bebasnya(free  fatty  acid atau FFA), angka peroksida ,tingkat ketengikan dan kadar air (Herlina, 2002).
§  Penentuan  sifat fisika maupun kimia yang khas ataupun mencirikan sifat minyak tertentu.  data ini dapat diperoleh dari  angka iodinenya, angka Reichert-Meissel,angka polenske,angka krischner,angka penyabunan, indeks refraksi titik cair,angka kekentalan,titik percik,komposisi asam-asam lemak ,dan sebagainya (Herlina, 2002).

Penentuan Sifat Lemak Minyak
            Jenis-jenis lemak dan minyak dapat dibedakan berdasarkan sifat-sifatnya. Pengujian sifat-sifat lemak dan minyak ini meliputi:
o   Penentuan angka penyabunan. Angka penyabunan menunjukkan berat molekul lemak dan minyak  secara kasar  .minyak yang disusun oleh asam  lemak berantai karbon yang pendek berarti mempunyai berat molekul ytang relatif kecil, akan mempunyai angka penyabunan yang besar dan sebaliknya bila minya mempunyai berat molekul yang besar ,mka angka penyabunan relatif kecil. Angka penyabunan ini dinyatakan sebagai banyaknya (mg) NaOH  yang  dibutuhkan  untuk menyabunkan satu gram lemak atau minyak (Herlina, 2002).
o   Penentuan angka ester. Angka ester menunjukkan jumlah asam  organik yang bersenyawa sebagai ester. Angka ester dihitung dengan selisih angka penyabuanan dengan angka asam (Herlina, 2002).
o   Penentuan angka iodine. Penentuan iodine menunjukkan ketidakjenuhan asam lemak penyusunan lemak dan minyak. Asam lemak tidak jenuh mampu mengikat  iodium  dan membentuk senyawaan yang jenuh. Banyaknya iodine yang diikat menunjukkan  banyaknya  ikatan rangkap yang terdapat dalam asam lemaknya. Angka iodine dinyatakan sebagai banyaknya iodine dalam gram yang diikat oleh 100 gram lemak atau minyak (Herlina, 2002).
o   Penentu angka asam. Angka asam menunjukkan banyaknya asam lemak bebas yang terdapat dalam suatu lemak atau minyak . angka asam dinyatakan sebagai jumlah miligram NaOH yang dibutuhkan  untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram lemak atau minyak (Herlina, 2002).
o   Penentuan angka peroksida. Angka peroksida menunjukkan tingkat kerusakan dari lemak atau minyak (Herlina, 2002).
o   Penetuan kadar air. Penentuan  kadar  air  dalam  minyak dapat dilakukan dengan cara thermogravimetrri atau cara thermovolumetri (Herlina, 2002).
Sifat-sifat kimia Minyak  dan Lemak
a)      Esterifikasi. Proses esterifikasi bertujuan untuk asam-asam lemak bebas dari trigliserida,menjadi  bentuk  ester. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan melalui  reaksi kimia yang disebut interifikasi  atau penukaran ester yang didasarkan pada prinsip transesterifikasi Fiedel-Craft (Herlina, 2002).

b)      Hidrolisa. Dalam reaksi hidrolisis, lemak dan minyak  akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis mengakibatkan kerusakan lemak dan minyak. Ini terjadi  karena terdapat terdapat sejumlah air dalam lemak dan minyak tersebut (Herlina, 2002).

c)      Penyabunan. Reaksi  ini  dilakukan dengan penambhan sejumlah larutan basa kepada trigliserida. Bila penyabunan telah lengkap,lapisan air yang mengandung gliserol dipisahkan dan gliserol dipulihkan dengan penyulingan (Herlina, 2002).

d)     Hidrogenasi. Proses hidrogenasi  bertujuan untuk menjernihkan ikatan dari  rantai karbon asam lemak pada lemak atau minyak . setelah proses hidrogenasi selesai , minyak didinginkan dan katalisator dipisahkan dengan disaring. Hasilnya  adalah minyak  yang bersifat plastis atau keras,  tergantung pada derajat kejenuhan (Herlina, 2002).
e)      Oksidasi. Oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara  sejumlah  oksigen dengan  lemak atau minyak. terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada lemak atau minyak (Herlina, 2002).


















C.2 Bahan Dan Metoda
Ð Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas
Prinsip: Asam lemak bebas dalam minyak dapat diukur dengan cara titrasi menggunakan alkali dalam larutan alkohol.
Bahan: Larutan etil alkohol 95 % (yang telah dinetralkan), indikator thymol blue 1 % dalam 95 % alkohol, kalium hidroksida 0,1 N, n-heksan, minyak curah baru.
Alat: Gelas erlemeyer 125 ml, neraca analitik, buret.
Prosedur kerja:
·      Contoh lemak atau minyak dipanaskan diatas titik cair kemudian dikocok hingga cairan tampak homogen.
·      Timbang contoh minyak yang telah homogen 3 g dalam gelas erlemeyer.
·      Tambahkan alkohol netral 15 ml dan n-heksan 10 ml pada minyak, dan tambahkan 2 tetes indikator thymol blue 1 %.
·      Titrasi dengan kalium hidroksida 0,1 N.
·      Titrasi diakhiri jika berbentuk warna biru yang dapat bertahan selama 30 detik.
Kadar ALB =

Ð Penentuan Kadar Air (Metode Oven)
Alat: oven, cawan kaca/aluminium, neraca analitik, dan desikator
Bahan: Minyak curah baru
Cara Kerja:
· Contoh yang akan ditimbang diaduk sampai homogen, bila perlu dipanaskan di atas titik cairnya supaya homogen.
· Contoh ditimbang ± 10 gr ke dalam cawan yang sudah ditimbang beratnya (A).
· Contoh yang telah ditimbang ditempatkan ke dalam oven pada suhu 103°C selama 3 jam, kemudian contoh dari oven didinginkan dalam desikator selama 15 menit.
· Contoh ditimbang dengan teliti sampai berat konstan (B).
· Hitung kadar air dengan rumus:
KA = A – B    x 100%
            A

Ð Penentuan Kadar Kotoran
Prinsip: Kadar kotoran yang terdapat dalam minyak ini adalah kotoran yang dapat larut dalam minyak tapi tidak larut dalam n-heksan dan petroleum eter.
Bahan: Minyak curah baru, dietyl eter, petroleum eter, n-heptan/n heksan.
Alat: neraca, oven, desikator, water bath, erlemeyer, beaker glass 250 ml, gelas piala 500 ml, corong penyaring 5-7,5 cm, kertas saring.
Prosedur kerja:
·      Contoh yang akan ditimbang diaduk sampai homogen, bila perlu dipanaskan diatas titik cair supaya homogen.
·      Contoh ditimbang 20 + 1 g kedalam beaker glass yang sudah ditentukan berat kosongnya.
·      Kedalam contoh ditambahkan 100 ml pelarut dan diaduk sampai semua contoh larut.
·      Contoh disaring dengan kertas saring yang sudah dicuci dengan pelarut dan ditentukan beratnya (B) setelah dikeringkan didalam oven pada suhu 100 – 105oC selama 60 menit.
·      Beaker glass dan kertas saring dicuci sampai filtratnya bebas dari minyak atau lemak.
·      Kertas saring dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 60 menit.
·      Contoh didinginkan dalam desikator + 15 menit dan ditimbang sampai berat konstan (A).
     Kadar kotoran =
     A = berat kertas saring + kotoran
     B = berat kertas saring
     C = berat contoh
Ð Indeks Bias
Indeks bias =
Pengujian indeks bias dapat dilakukan untuk menentukan kemurnian minyak dan dapat menentukan dengan cepat terjadinya hidrogenasi katalis.
Bahan dan peralatan: refraktometer abbe, toluen/ alkohol, minyak curah baru.
Prosedur kerja:
            Beberapa tetes minyak diteteskan pada prisma refraktometer abbe, dibiarkan selama 1-2 menit untuk mencapai suhu refraktometer, lalu dilakukan pembuatan indeks bias. Sebelum dan sesudah digunakan prisma refraktometer, bersihkan dengan toluen/ alkohol.
            Indeks bias perlu dikoreksi untuk temperatur standar, dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
            R = R” – K ( T – T” )
R  = indeks bias pada suhu standar
R” = indeks bias pada suhu pembacaan
T   = suhu standar
T” = suhu pembacaan
K  = 0,000385
Ð Bilangan Peroksida
Bahan: minyak curah baru, pelarut (terdiri dari 60% asam asetat glasial dan 40% kloroform), potasium iodida jenuh, larutan pati 1%, sodium thiosulfat 0,1N.
Alat: neraca analitik, buret, erlenmeyer, stirer, pitat, kamar gelap.
Prosedur Kerja:
§  Timbang 5 gr sampel ke dalam erlenmeyer 250 ml
§  Tambahkan 30 ml pelarut, kocok sampai semua sampel larut
§  Tambahkan 0,5 ml larutan potasium iodida jenuh, diamkan selama 2 menit di kamar gelap sambil digoyang
§  Tambahkan 30 ml air destilata
§  Kelebihan iod dititrasi dengan larutan sodium thiosulfat 0,1N.
§  Dengan cara yang sama buat blanko.
§  Hitunglah:
a)      Miliekivalen per 1000 gr contoh = A x N x 1000/G
b)      Milimol per 1000 gr contoh = 0,5 x N x A x 1000/G
c)      Miligram oksigen per 100 gr contoh = A x N x 8 x 100/G
Dimana: A= ml thio sampel - ml thio blanko
               N= Normalitas thio
               G= gram sampel

Ð Bilangan Penyabunan
Bahan: minyak curah baru, HCl 0,5N, indikator pp 1% dalam alkohol 95%, kalium hidroksida beralkohol.
Alat: erlenmeyer 300 ml, kondensor, penangas air, hot plate.
Prosedur Kerja:
§  Timbang 5 gr sampel ke dalam erlenmeyer 300 ml
§  Tambahkan 50 ml KOH beralkohol
§  Hubungkan erlenmeyer tersebut dengan pendingin tegak. Refluks dengan menggunakan hot plate sampai semua contoh tersabunkan secara sempurna, yaitu sampai larutan bebas dari butiran lemak.
§  Larutan didinginkan dan bagian dalam pendigin tegak dibilas dengan aquades.
§  Tambahkan 1 ml indikator pp.
§  Titrasi dengan HCl sampai warna merah jambu hilang.
§  Buat penetapan blanko.
§  Hitung bilangan penyabunan dengan rumus:
Bilangan Penyabunan = (titer blanko – titer sampel) x N HCl x 56,1
                                                                   Berat contoh

Ð Bilangan Asam
Bahan: minyak curah baru, KOH 0,1N, indikator pp 1%, alkohol 95% netral.
Alat: penangas air, buret.
Prosedur Kerja:
§  Timbang 20 gr sampel dalam erlenmeyer 250 ml.
§  Tambahkan 50 ml alkohol, panaskan sampai mendidih dalam penangas air sambil diaduk.
§  Titrasi dengan KOH dengan penambahan indikator pp sampai terbentuk warna merah jambu dan pertahankan warna selama 10 detik.
§  Hitung:
Bilangan asam =  ml KOH x N KOH x 56,1
                                           Berat sampel
Kadar Asam =  ml KOH x N KOH x M
                               10 x gr sampel





C.3 Hasil Dan Pembahasan
Hasil Pengamatan
ü  Penentuan kadar lemak bebas

Bahan
Kadar ALB
Minyak curah baru (1)
0,512 %
Minyak curah baru (2)
0,256 %
Minyak curah bekas (1)
1,71 %
Minyak curah bekas (2)
1,6 %
Minyak bimoli baru (1)
0,4714%
Minyak bimoli baru (2)
0,76%
Minyak bimoli bekas (1)
0,34%
Minyak bimoli bekas (2)
0,1787 %

Perhitungan Minyak Curah Baru (2):
Minyak curah baru           = 3, 26 g
N KOH                            = 0,1 N
Ml KOH                           = o,3 ml

Kadar ALB          =
                             =
                             = 0,256 %

ü  Penentuan kadar air (Metode Oven)
Bahan
Kadar Air
Minyak curah baru (1)
2,06%
Minyak curah baru (2)
0,0037 %
Minyak curah bekas (1)
21,75 %
Minyak curah bekas (2)
21,75%
Minyak bimoli baru (1)
0,076%
Minyak bimoli baru (2)
0,58%
Minyak bimoli bekas (1)
0,125%
Minyak bimoli bekas (2)
38,07 %

Perhitungan Minyak Curah Baru (2):
Berat  cawan                    = 4, 35 g
Berat sampel                    = 10,071 g (A)
Berat setelah dipanaskan             = 14, 4173 g
Berat sampel setelah dipanaskan = 14, 4173 – 4,35 = 10, 0673 g (B)
Kadar Air             =   
                             =
                             = 0,0037 %

ü  Penentuan kadar kotoran

Bahan
Kadar Kotoran
Minyak curah baru
1,32 %
Minyak bimoli baru (1)
0,10%
Minyak bimoli baru (2)
0,67%

Perhitungan Minyak Curah Baru:
Berat sampel                                = 20,04 g (C)
Berat kertas saring                       = 0,89 g (B)
Berat kertas saring + Kotoran      = 1, 1239 g (A)

Kadar Kotoran     =   
                             =
                             = 1,32 %

ü  Indeks bias
Bahan
Index Bias
Minyak curah baru (1)
0,86
Minyak curah baru (2)
1,498
Minyak curah bekas
1,447
Minyak bimoli baru (1)
1,512
Minyak bimoli baru (2)
1,51
Minyak bimoli bekas (1)
1,513
Minyak bimoli bekas (2)
1,447
Perhitungan Minyak Curah Baru (2):
R’ = 1,512
T   = 37oC
T   = - 0,69 oC
K  = 0,000385
R  = R’ – K (T – T’)
     = 1,512 – 0,000385 (37oC – (- 0,69 oC))
     = 1,512 – 0,0142716
= 1,498

ü  Bilangan peroksida
Bahan
Miliekivalen per 1000 g contoh
Milimol per 1000 g contoh
Miligram oksigen per 100 g contoh
Minyak curah baru (1)
140

70

-
Minyak curah baru (2)
47,64
23,82
38,1
Minyak curah bekas (1)
28,7

14,3

22,9

Minyak curah bekas (2)
28,7

14,3

22,9

Minyak bimoli baru (1)
136,02

68,01

-
Minyak bimoli baru (2)
30
15
24
Minyak bimoli bekas (1)
205,4453

102,7226

164,3562
Minyak bimoli bekas (2)
119,700
59, 850
957,610

Perhitungan Minyak Curah Baru (2):
Berat sampel                                = 5,038 g
ml sodium tiosulfat (contoh)        =  2, 8 ml
ml sodium tiosulfat (blanko)        = 0,4 ml

A  = ml sodium tiosulfat (contoh) - ml sodium tiosulfat (blanko)
     = 2,8 – 0,4 = 2,4
a)      Miliekivalen per 1000 g contoh         = A x N x 1000/ G
= 2,4 x 0,1 x 1000/ 5,038
= 47,64

b)      Milimol per 1000 g contoh                 = 0,5 x N x A x 1000/G
= 0,5 x 0,1 x 2,4 x 1000/5,038
= 23,82
c)      Miligram oksigen per 100 g contoh   = A x N x 8 x 100/G
= 2,4 x 0,1 x 8 x 100/ 5,038
= 38,1

ü  Bilangan penyabunan
Bahan
BP
Minyak curah baru
3,91
Minyak curah bekas
18,6

Perhitungan Minyak Curah Baru:
Berat sampel        = 5,019 g
ml HCl sampel     = 9 ml
ml HCl Blanko     = 12,5 ml

Bilangan Penyabunan      =
                                                =
                                         =
                                         = 3,91

ü  Bilangan asam
Bahan
Bil Asam
Minyak curah baru (1)
0,389
Minyak curah baru (2)
0,308
Minyak curah bekas (1)
0,34
Minyak curah bekas (2)
0,34
Minyak bimoli baru (1)
0,81
Minyak bimoli baru (2)
0,28
Minyak bimoli bekas (1)
0,67
Minyak bimoli bekas (2)
0,232





Perhitungan Minyak Curah Baru (2):
Berat sampel        = 20,0401 g
N KOH                = 0,1
ml KOH               = 1,1 ml

Bilangan Asam     =
                                    =  
                                    =  = 0,308
















Pembahasan
            Bahan pangan yang kita konsumsi sehari-hari tidak terlepas dari kandungan lemak ataupun minyak, baik yang berasal dari hewan ataupun tumbuh-tumbuhan. Lemak sangat dibutuhkan sebagai sumber kalori, oleh karena itu kita perlu mengkonsumsinya dalam jumlah yang tepat.
Agar kita mengetahui lemak/ minyak tersebut aman untuk dikonsumsi, maka diperlukan beberapa analisa, seperti: analisa kadar asam lemak bebas (menandakan apakah lemak tersebut mudah teroksidasi atau tidak), analisa kadar kotoran, analisa kadar air, dan sebagainya.
Selain itu, minyak juga dapat dijadikan sebagai bahan baku industri, seperti industri sabun. Untuk itu kita perlu mengetahui bilangan penyabunan suatu lemak atau minyak.
1.        Kadar ALB. Dalam praktikum kali ini diujikan beberapa sampel minyak, yaitu minyak curah dan minyak bimoli (minyak dalam kemasan) yang terdiri dari sampel baru dan sampel yang telah bekas. Berdasarkan hasil analisa secara umum diperoleh bahwa minyak bekas mempunyai kadar asam lemak bebas yang tinggi dibandingkan dengan minyak yang baru atau belum dipakai. Hal ini karena minyak bekas sudah teroksidasi oleh panas dan lemak sudah terurai menjadi asam lemak bebas.
2.        Kadar air. Berdasarkan hasil analisa secara umum tentang kadar air beberapa sampel minyak dengan menggunakan metode oven diperoleh data bahwa minyak bekas mempunyai kadar air yang lebih tinggi daripada minyak baru. Hal ini terjadi karena minyak bekas telah digunakan untuk menggoreng bahan-bahan yang mengandung air, sehingga kadar air bahan tersebut bisa saja berpindah pada minyak ini. Jadi, semakin tinggi kadar air minyak maka semakin rendah mutunya.
3.        Kadar kotoran. Dari hasil analisis terhadap minyak curah dan bimoli yang belum digunakan didapatkan data bahwa minyak curah mempunyai kadar kotoran yang lebih tinggi. Hal ini membuktikan bahwa sanitasi minyak dalam kemasan lebih baik dan terjamin. Tingginya kadar kotoran dalam minyak curah adalah karena minyak tersebut sering terbuka saat dilakukan transaksi penjualan, artinya tidak tertutup rapat seperti bimoli, yang mengakibatkan kotoran dapat masuk dari manapun.
4.        Index bias. Dari hasil analisa diketahui bahwa minyak baru memiliki index bias yang lebih tinggi daripada minyak bekas. Hal ini karena minyak bekas sudah teroksidasi, encer, mengandung air yang tinggi. Index bias melambangkan perbandingan kekentalan minyak dibandingkan dengan kekentalan air. Jadi, semakin tinggi index bias minyak maka kualitasnya semakin baik.
5.        Bilangan penyabunan. Bilangan penyabunan minyak bekas lebih tinggi daripada minyak baru. Artinya, minyak bekas membutuhkan pereaksi yang banyak saat penyabunan dibandingkan minyak yang masih baru, karena kualitasnya sudah menurun.
6.        Bilangan asam. Bilangan asam minyak bekas lebih tinggi daripada minyak baru, karena minyak bekas mempunyai asam lemak bebas yang lebih tinggi sehingga membutuhkan larutan yang banyak untuk menetralkan asam lemak bebas tersebut. Jadi, larutan KOH disini berfungsi untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat pada lemak atau minyak.









D.    ANALISIS MINYAK NILAM
D.1 Tinjauan Pustaka
Minyak atsiri bersumber dari hampir seluruh bagian tanaman, baik akar, batang, daun, bunga dan buah. Di Indonesia baru sebagian dari jenis tanaman penghasil minyak atsiri yang diusahakan secara komersial, antara lain; minyak sereh wangi, nilam, kenaga, pala, daun cengkeh, cendana kayu putih, akar wangi, jahe dan kemukus.
Nilam (pogostemon cablin, BENTH) Merupakan tanaman minyak atsiri yang menghasilkan minyak nilam (patchouly oil) atau sering  disebut minyak dilem, merupakan komoditas yang cukup penting, baik sebagai sumber pendapatan petani maupun sebagai sumber devisa negara.
Minyak nilam adalah salah satu minyak atsiri yang mempunyai fungsi dan kegunaan yang luas karena wanginya yang khas maka sering digunakan sebagai parfum selendang, pakaian, karpet dan barang-barang tenun industri sabun dan kosmetik.
Sebelum daun nilam disuling dilakukan beberapa perlakukan pendahuluan terhadap daun nilam, tujuannya untuk memudahkan penguapan minyak dan mengurangi densitas kemba bahan olah (Kataren, 1985). Menurut Santoso (1990) perlakuan tersebut adalah:
1.    Perajangan. Perajangan bertujuan untuk menghasilkan produksi kadar minyak yang lebih tinggi. Pada perajangan ini daun nilam dipotong-potong sepanjang 2-3 cm.
2.    Pengeringan dan penyimpanan. Daun nilam yang sudah di rajang kemudian di jemur dibawah sinar matahari. Cara penjemurannya adalah dihamparkan pada laintai jemur dan usahakan jangan sampai terjadi penumpukan terlalu tebal serta setiap kali harus dilakukan pembalikan. Lama pengeringan kira- kira 5 jam atau sampai daun layu
3.    Penyulingan. Menurut Sudaryani dan Sugiharti (1990) bahwa cara penyulingan nilam dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu.
a)      Penyulingan dengan air. Cara penyulingan ini bahan berhubungan langsung dengan air yang mendidih. Uap air akan menguap dengan membawa minyak nilam dari bahan yang disuling. Uap ini dialirkan melalui pipa pendingin sehingga pengembunan dan dipisahkan. Penyulingan cara ini kurang baik karena bahan yang disuling bercampur dengan ranting sehingga bahan sulit bergerak dalam air mendidih, menyebabkan penyulingan tidak sempurna akibatnya rendemen minyak menjadi rendah.
b)      Penyulingan dengan uap dan air. Prinsip penyulingan cara ini adalah dengan menggunakan tekanan uap rendah. Bahan yang disuling tidak berhunbungan langsung dengan air. Bahan diletakkan diatas piringan (plat berlobang-lobang), setelah air mendidih uap akan keluar melalui lobang tersebut dan terus mengalir melalui sela-sela bahan. Uap air bersama uap minyak nilam yang timbul disalurkan melalui pipa untuk seterusnya masuk ke ketel pendinginan. Pengembunan air dan minyak ditampung pada bak pemisah cairan, karena perbedaan bobot jenis air akan terpisah dengan minyak dan ini dapat dipisahkan.  Cara ini banyak digunakan pada penyulingan-penyulingan nilam umumnya karena konstruksinya tidak terlalu rumit  dan dapat dibuat cukup sederhana.
c)      Penyulingan dengan uap. Penyulingan cara ini pada dasrnya adalah mengalirkan uap yang bertekanan tinggi. Disini ketel perebusan dipisahkan dengan ketel penyulingan yaitu ketel berisi bahan uap tersebut dialirkan pada sebuah pipa kedalam ketel penyulingan. Penyulingan dengan cara uap ini tidak terlalu lama berlangsung, karena tekanan uapnya lebih dari 1 atm dan akan menghasilkan rendemen dan minyak bermutu.
Penyulingan yang terbaik adalah dengan cara uap langsung dan peralatan terbuat dari bahan stainless stail. Warna minyak yang berwarna coklat kehitaman disebabkan peralatan yang digunakan terbuat dari drum bekas dengan kandungan Fe yang cukup tinggi, sehingga mudah terjadi oksidasi. Hal inilah yang memicu harga minyak nilam cendrung menurun. Pemakaian tekanan uap harus cukup tinggi dan waktu penyulingan diperpanjang karena minyak nilam lebih berharga pada fraksi titik didihnya tinggi, tapi bila tekanan terlalu tinggi dan penyulingan terlalu lama dapat menyebabkan kegosongan minyak dan meningkatkan bilangan asamnya.
Standar Mutu Minyak Nilam
No
Karakteristik
Syarat Mutu
1
2
3
4
5
6
7
8
Warna
Berat jenis 250C
Indeks bias
Putaran optic
Kelarutan dalam etanol 90%, suhu 250C
Bilangan asam,maks
Bilangan ester, maks
Zat-zat asing
§  Lemak
§  Minyak Keruing
§  Alkohol Tambahan
§  Minyak pelican
Kuning muda sampai coklat Tua
0,943 – 0,983
1,504 – 1,514
(-48)0 – (-65)0
Larut dalam 10 volume bagian
5 %
10 %

§ Negatif
§ Negatif
§ Negatif
§ Negatif

Minyak nilam yang telah lama disimpan memberikan bau yang lebih halus dan aromatic dibandingkan dengan minyak nilam yang baru disuling. Minyak nilam sebaiknya disimpan dalam botol berwarna gelap.






D.2 Bahan Dan Metoda
Bobot jenis ( SP – SMP – 17 – 1975 )
Bobot jenis adalah angka yang menyatakan perbandingan berat minyak dengan berat air pada suhu dan volume yang sama.
Bahan  : sampel minyak nilam
Alat     : piknometer
Prosedur kerja:
    Piknometer dibersihkan dengan alkohol dan kemudian dikeringkan, setelah kering kemudian ditimbang
    Piknometer diisi dengan minyak sampai penuh dan bersihkan minyak yang menempel pada bagian luar piknometer dengan kertas tisue
    Timbang piknometer yang telah berisi minyak tersebut dan catat suhunya
    Lakukan hal yang sama terhadap air suling
            Bobot jenis =










D.3 Hasil Dan Pembahasan
Hasil Pengamatan
Pengulangan ke-
Bobot jenis
1
0,94
2
0,97
3
0,97
4
0,97
5
0,95
6
0,97
7
0,97
Pembahasan
Minyak nilam adalah jenis minyak atsiri yang berwarna kekuningan dan berbau harum/wangi. Minyak nilam disimpan ditempat yang gelap, seperti dalam botol yang tebal dan gelap.
Bobot jenis minyak nilam menggambarkan perbandingan berat minyak dengan berat air pada suhu dan volume yang sama. Pengukurannya dilakukan dengan menggunakan piknometer dan penimbangan bobot piknometer berisi air dan sampel.
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa bobot jenis minyak nilam adalah sekitar 0,94 - 0,97. Hasil yang berbeda pada setiap pengulangan penimbangan bobot disebabkan karena kesalahan praktikan yang tidak teliti dalam melakukan penimbangan. Selain itu juga disebabkan karena kurang hati-hatinya praktikan dalam memasukkan sampel ke dalam piknometer sehingga bobotnya jadi berkurang.
Selain itu ada beberapa kesalahan yang sering dilakukan praktikan saat pengukuran bobot minyak nilam, yakni pencucian piknometer yang kurang bersih. Hal ini mengakibatkan hasil analisa menjadi berubah-ubah dan berbeda nyata.

E.    ANALISIS BUAH DAN SAYUR
E.1 Tinjauan Pustaka
Sayur dan buah merupakan hasil holtikultura yang menjadi barang pasaran sehari-hari, berhubung dengan sifat-sifatnya yang khusus maka cara bercocok tanam maupun perdagangannya sedikit banyak berbeda dengan komoditi pertanian lainnya. Mutu dan ketahanan  barang yang segarlah yang menentukan bagaimana hasil bumi ini harus diusahakan. Komoditi holtikultura membutuhkan pasaran yang kuat daya belinya.
Di daerah tropis, buah dan sayuran cepat mengalami kerusakan terutama disebabkan oleh kondisi suhu dan kelembaban lingkungan. Kurangnya penanganan pasta panen (pengangkutan, sortasi, pengemasan dan penyimpanan) ikut mempengaruhi nilai perubahan mutu dari produk.
Buah-buahan dan sayuran sebagai produk hasil hortikultura mempunyai arti penting sebagi sumber vitamin, mineral, dan zat-zat lain dalam menunjang kecukupan gizi. Buah-buahan dapat kita makan baik pada keadaan mentah maupun setelah mencapai kematangannya. Sebagian besar buah yang dimakan adalah buah yang telah mencapai tingkat kematangannya. Buah – buahan apabila setelah dipanen tidak ditangani dengan baik, akan mengalami perubahan akibat pengaruh fisiologis, fisik, kimiawi, parasitik atau mikrobiologis, dimana ada yang menguntungkan dan sangat merugikan bila tidak dapat dikendalikan yaitu timbulnya kerusakan atau kebusukan, (Anonim 2008).
Buah dalam pengertian hortikultura atau pangan merupakan pengertian yang dipakai oleh masyarakat luas. Dalam pengertian ini, batasan buah menjadi longgar. Setiap bagian tumbuhan di permukaan tanah yang tumbuh membesar dan (biasanya) berdaging atau banyak mengandung air dapat disebut buah. Dapat dijumpai, buah dalam pengertian botani yang digolongkan sebagai sayur-sayuran, seperti buah tomat, buah cabai, polong kacang panjang, dan buah ketimun. Namun demikian, dapat dijumpai pula, buah tidak sejati yang digolongkan sebagai buah-buahan, seperti "buah" jambu monyet (yang sebetulnya merupakan pembesaran dasar bunga; buah yang sejati adalah bagian ujung yang berbentuk seperti monyet membungkuk), "buah" nangka (pembesaran tongkol bunga; buah yang sejati adalah isi buah nangka yang berwarna putih (Jw. beton), bergetah, sedangkan bagian "daging buah" yang dimakan orang adalah tenda bunga), atau "buah" nanas (Anonim 2008).
Serat makanan (diatery fiber) adalah komponen dalam tanaman yang tidak tercerna secara enzimatik menjadi bagian-bagian yang dapat diserap di saluran pencernaan. Serat secara alami terdapat dalam tanaman. Serat terdiri atas berbagai substansi yang kebanyakan di antaranya adalah karbohidrat kompleks (Gsianturi, 2003).
Serat makanan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu serat larut (soluble fiber) dan serat tidak larut (insoluble fiber). Umumnya, tanaman mengandung kedua-duanya dengan serat tidak larut pada porsi yang lebih banyak. Serat larut-serat yang larut di dalam air-antara lain terdiri atas pektin, getah tanaman, dan beberapa hemiselulosa. Contoh serat tidak larut adalah lignin dan selulosa (Gsianturi, 2003).
Beberapa manfaat dari pangan yang kaya serat justru berasal dari vitamin, mineral, dan komponen aktif lain yang dikandungnya, bukan dari seratnya. Selain itu, efek kesehatan berkaitan dengan pangan berserat tinggi terjadi karena penggantian makanan yang kurang menyehatkan menjadi lebih menyehatkan dan mengganti makanan berlemak dan berkalori tinggi menjadi makanan berlemak dan berkalori rendah-yang umumnya mengandung serat yang tinggi (Gsianturi, 2003).
Serat kasar (viscous fiber) menghambat lewatnya glukosa melalui dinding saluran pencernaan menuju pembuluh darah. Para ahli percaya bahwa perbaikan yang berarti pada pengendalian kadar gula darah hanya dapat dicapai dengan pemberian secara hati-hati suplemen serat dosis tinggi, hal ini tidak dapat dicapai dengan mengonsumsi makanan berserat tinggi (Gsianturi, 2003).
Secara kimiawi gula sama dengan karbohidrat, tetapi umumnya pengertian gula mengacu pada karbohidrat yang memiliki rasa manis, berukuran kecil dan dapat larut. Kata gula pada umumnya digunakan sebagai padanan kata untuk sakarosa (sukrosa). Pada bagian ini pengertian gula mengacu pada karbohidrat yang memiliki rasa manis, berukuran kecil dan dapat larut (dalam air) (Anonim, 2006).
Rasa manis yang biasa dijumpai pada tanaman terutama disebabkan oleh tiga jenis gula, yaitu sakarosa, fruktosa dan glukosa. Gula-gula ini berada secara sendiri-sendiri ataupun dalam bentuk campuran satu dengan yang lain. Madu merupakan larutan yang terdiri dari glukosa, fruktosa dan sakarosa dalam air, dengan komposisi sekitar 80% gula dan 20% air. Komposisi sesungguhnya sangat tergantung pada asal tanaman. Dalam pembuatan bir, pati (karbohidrat berukuran besar yang tidak manis) dari biji-bijian terpecah menjadi karbohidrat yang berukuran lebih kecil, salah satunya adalah gula malt (maltosa) yang memiliki sedikit rasa manis (Anonim, 2006).
Jenis-Jenis Gula:
v  Fruktosa (padanan kata levulosa, gula buah): gula yang agak manis (1,7 kali lebih manis dari gula biasa) umumnya didapat dari buah-buahan dan madu (Anonim, 2006).
v  Galaktosa: suatu gula yang tidak umum dijumpai dalam makanan, kecuali sebagai bagian dari jenis gula yang lain, seperti laktosa (gula susu) dan raffinosa (gula dalam kacang-kacangan). Seringkali merupakan bagian dari komponen dinding sel tanaman (Anonim, 2006).
v  Glukosa (padanan kata dekstrosa): gula yang terdapat pada berbagai tanaman, juga dalam darah. Sumber energi yang utama bagi tubuh. Kurang manis dibandingkan sakarosa (Anonim, 2006).
v  Gula: umumnya digunakan sebagai padanan kata untuk sakarosa. Secara kimiawi gula identik dengan karbohidrat (Anonim, 2006).



E.2 Bahan Dan Metoda
1.    Penentuan kadar serat
Bahan : nenas, asam sulfat, NaOH 0,3N, Kalium sulfat 10%, alkohol 95%.
Alat     : kondensor, erlenmeyer, kertas saring, cawan
Prosedur kerja:
Ø  Haluskan bahan sehingga dapat melalui diameter 1 mm (60-80 mesh).
Ø  Timbang 2 bahan kering dan ekstraksi lemaknya dengan soxhlet. Kalau kadar lemak          kurang dari 1% tidak perlu diekstrak lemaknya.
Ø  Pindahkan kedalam erlenmeyer 500 ml, kalau ada tambahkan asbes yang telah dipijarkan 0,5 gram dan 2 tetes zat anti buih (anti foaming agent).
Ø  Tambahkan 50 ml larutan asam sulfat mendidih (1,25 gr asam sulfat pekat/100 ml = 0,255 N) dan tutup dengan pendingin balik (kondensor). Didihkan selama 30 menit dan sewaktu-waktu digoyang-goyangkan.
Ø  Saring suspensi melalaui kertas saring dan residu yang tertinggal dalam erlenmeyer dicuci dengan aquades mendidih sampai air cucian tidak bersifat asam lagi (diuji dengan kertas lakmus).
Ø  Pindahkan scara kuantitatif residu dari kertas saring kedalam erlenmeyer kembali dengan spatula dan sisanya dicuci dengan larutan NaOh mendidih (1,25 gr NaOH/100 ml = 0,313 N) sebanyak 50 ml sampai semua residu masuk kedalam erlenmeyer. Didihkan dengan pendingin balik sambil kadang-kadang digoyang-goyangkan selama 30 menit.
Ø  Saringlah dengan kertas saring yang telah diketahui beratnya sambil dicuci dengan larutan kalium sulfat 10%. Cuci lagi dengan aquades mendidih dan kemudian dengan kurang lebih 10 ml alkohol 95%.
Ø  Keringkan kertas saring beserta isinya pada suhu 110°C sampai berat konstan (1-2 jam), dinginkan dalam desikator dan timbang.
Ø  Setelah ditimbang masukan kedalam cawan porselen yang telah diketahui berat tetapnya. Panaskan dengan nyala bunsen dan abukan dalam tanur.
Ø  Masukan dalam desikator dan timbang.
Ø  Perhitungan :
            % Serat kasar = Berat ( ks + residu ) – berat ks – berat abu  x  100%
Berat bahan
2.      Penetapan kadar gula (Metode Luff Schoorl)
*      Sebelum Inversi
            Timbang lebih kurang 5gr sampel, larutkan dalam labu ukur 250 ml dengan aquades sampai tanda batas. Kemudian pipet larutan ini sebanyak 25 ml dan tambahkan reagen luff 25 ml, lalu panaskan selama 10 menit mendidih dengan pendingin tegak. Setelah dingin tambahkan 25 ml H2SO4 24%, KI 20% sebanyak 25 ml. Titrasi dengan larutan thio 0,1 N dengan memakai indikator amilum 0,5%. Buat penitran blanko, yaitu 25 ml aquades dengan 25 ml reagen luff.
(Blanko-sampael) x N Thio/0,1 = ml thio 0,1 N terpakai. Cari dalam daftar luff mg sakarida gula setara dengan thio yang digunakan. Maka kadar gula sebelum inversi dapat dicari dengan rumus :
Kadar gula = mg sakarida x Fp  x  100%
                                 Mg contoh
*      Sesudah Inversi
            Timbang lebih kurang 5 gr sampel,. Larutkan dengan aquades dalam labu ukur 250 ml samai tanda batas. Kemudian pipet 50 ml larutan, masukan dalam labu ukur 100 ml. Tambahkan 10 ml HCL 6,76%, kemudian panaskan atau inversikan dalam penangas air pada suhu 60-70° C selama 15 menit. Setelah itu diangkat, didinginkan dan dinetralkan dengan NaOH 20% dengan kertas lakmus atau indikator P sampai timbul warna merah jambu. Kemudian penuhkan sampai tanda batas, lalu kocok 12 kali dan pipet sebanyak 25 ml larutan, tambahkan 25 ml larutan luff panaskan sampai mendidih selama 10 menit. Dinginkan pada air mengalir. Selanjutnya tambahkan 25 ml H2SO4 25% dan KI 20% sebanyak 25 ml lalu titrasi dengan menggunakan indikator amilum 0,5%. Buat juga penitran blanko seperti diatas. Persentase kadar gula total (sakarosa) didasarkan atas selisih antara gula reduksi sebelum dan sesudah inversi dikalikan dengan 0,95.
E.3 Hasil Dan Pembahasan
Hasil Pengamatan
a.       Kadar serat kasar
Bahan
Kadar serat (%)
Pepaya
0,035
Nenas
14,1
Bayam
0,06
Kangkung
0,06
Wortel
0,38
Brokoli
0,38
Contoh perhitungan buah nenas (Kel.2):
Berat bahan awal             = 2 g
Berat kertas saring           = 1,0732 g
Berat abu                          = 0,4132 g
Berat ks + residu              = 1,7684 g

% Serat Kasar       =
                                    =  x100 %
                                    =
b.      Kadar gula
Bahan
Kadar gula sebelum inversi
Kadar gula sesudah inversi
Kadar gula total
Mangga
8,83 %
0,97 %
7,47 %
Nenas
4,94%
0,945%
3,605%
Bayam
1930,08%
21,79%
-
Wortel
0,96%
0,36 %
0,57 %

Contoh perhitungan buah nenas (Kel.2):
a)      Sebelum inversi
      berat bahan                  = 5,00 g = 5000 mg
      Fp                                =  = 10
ml thio (sampel)           = 17,5 ml
ml blanko (blanko)      = 27 ml
ml thio 0,1 N yang terpakai =
        = = 9,5 ml
Sehingga mg sakarida  = 22,4 + (9,5 -9) x 2,6
                                    = 23,7
Kadar gula       =
=
= 4, 74 %
b)       Sesudah inversi
berat bahan                  = 5,00 g = 5000 mg
Fp                                = = 5
ml thio (sampel)           = 20,1 ml
ml blanko (blanko)      = 24 ml
ml thio 0,1 N yang terpakai     =
                                                = = 3,9 ml
Sehingga mg sakarida  = 7,2 + (3,9 - 3) x 2,5
                                    = 9,45
Kadar gula                   =
=
= 0,945 %
Kadar gula total          = kadar gula (sebelum inversi – setelah inversi) x 0,95
                                    = (4,74 % - 0,945 %) x 0,95
                                    = 3,605 %











Pembahasan
Buah-buahan dan sayuran mengandung serat yang baik untuk pencernaan. Serat dapat membantu memperlancar pencernaan, selain itu juga dapat membantu menyerap zat-zat yang tidak berguna dalam tubuh. Selain itu serat juga membantu penyerapan kadar lemak dan kolesterol dalam darah, sehingga kadar gula darah teratur. Oleh karena itu kita perlu mengetahui kadar serat dalam buah dan sayuran, sehingga kita dapat memilih buah dan sayur mana yang baik untuk dikonsumsi.
Berdasarkan hasil analisa pada berbagai jenis buah dan sayuran di atas diketahui bahwa neneas memiliki kandungan serat yang tinggi. Kenyataannya juga dapat kita lihat bahwa serat nenas kasat mata dan banyak, namun serat ini adalah jenis serat alami yang dapat dicerna dan baik untuk pencernaan. Kadar serat kasar nenas adalah sekitar 14,1%.
Buah-buahan yang sudah matang akan terasa manis, hal ini karena terjadinya penguraian karbohidrat menjadi gula-gula sederhana, seperti sukrosa, glukosa, dan fruktosa. Jenis gula yang terdapat pada buah-buahan biasanya adalah fruktosa.
Berdasarkan hasil praktikum dalam mengukur kadar gula terhadap berbagai jenis buah dan sayuran diperoleh kadar gula total tertinggi adalah pada buah mangga, yaitu sekitar 7,47%. Hal ini karena mangga mempunyai kadar pati yang tinggi daripada yang lainnya. Pada saat proses pematangan, pati tersebut akan dirombak menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana, seperti glukosa (monosakarida). Pembentukan glukosa inilah yang menyebabkan timbulnya rasa manis pada buah.
Sintesis sukrosa mengalami perubahan terus menerus yang berkenaan dengan metabolisme utama sampai mangga menjadi masak. Pati yang terdapat pada buah dirombak menjadi sukrosa, kemudian sukrosa dirombak menjadi glukosa dan fruktosa melalui degradasi pati menjadi gula . Kandungan pati pada kebanyakan buah-buahan akan mengalami penurunan sejalan dengan lamanya penyimpanan (Hubbard et al., 1991 :Castrillo et al.,1992).
Kadar gula buah lebih tinggi daripada kadar gula sayur, hal ini terbukti pada hasil pengamatan bahwa kadar gula mangga dan nenas lebih tinggi daripada bayam dan wortel. Hal ini adalah karena buah memiliki kadar pati yang tinggi daripada sayuran.
Secara teoritis bila pati dihidrolisis akan terbentuk glukosa, sehingga kadar gula dalam buah akan meningkat. Akan tetapi pada kenyataannya perubahan tersebut relative kecil atau kadang-kadang tidak berubah. Hal tersebut mungkin disebabkan karena gula yang dihasilkan terpakai dalam proses respirasi atau diubah menjadi senyawa lain (Muchtadi, 1991).















F.     ANALISIS BAHAN HEWANI
F.1 Tinjauan Pustaka
Daging adalah semua bagian tubuh ternak yang dapat dan wajar dimakan termasuk jaringan-jaringan dan organ tubuh bagian dalam seperti hati, ginjal, dan lain-lain. Soeparno (1994) mendefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Dengan didasarkan pada definisi tersebut maka organ-organ dalam (jeroan) dan produk olahan seperti corned termasuk dalam kategori daging. Namun demikian sering dalam kehidupan sehari-hari yang disebut dengan daging adalah semata-mata jaringan otot, meskipun benar bahwa komponen utama penyusun daging adalah otot, tetapi tidaklah sama otot dengan daging.
Otot adalah jaringan yang memiliki struktur dan fungsi utamanya sebagai penggerak. Otot berubah menjadi daging setelah fungsi fisiologisnya terhenti setelah melalui pemotongan yang sah.
Otot tersusun atas beberapa ikatan serabut-serabut otot (fasikuli) yang disebut berkas otot. Fasikuli ini tersusun atas serabut otot, dan serabut otot tersusun atas miofibril. Satu serabut otot tersusun dari epimisium yang terdapat di sekeliling otot; perimisium terletak di antara fasikuli, dan endomisium yang terdapat di sekeliling sel otot atau serabut otot. Sedangkan miofibril ini terdiri dari segmen-segmen yang disebut dengan sarkomer. Tiap unit sarkomer terdiri dari dua macam filamen yaitu filamen tebal dan filamen tipis. Filamen tebal penyusun utamanya adalah protein miosin sehingga disebut sebagai filamen miosin, filamen tipis penyusun utamanya adalah protein aktin sehingga disebut sebagai filamen aktin. Filamen miosin dan aktin ini berfungsi dalam kontraksi otot.
Kesegaran Ikan akan rusak antara lain disebabkan;
  1. Tingginya pH akhir daging ikan yaitu 6.4- 6.6 akibat rendahnya cadangan glikogen dalam daging.  Inidisebabkan ikan sukar ditangkap dan memberikan perlawanan mengakibatkan rendhnya kandungan glikogen (Eliyasmi, 2008).
  2. Tingginya suhu setelah ikan ditangkap. Karena suhu  meningkat sampai pada suhu optimum untuk aktifitas enzim alami yang ada dalam tubuh ikan (Eliyasmi, 2008).
  3. Kandungan histamin yang berasal dari histidin bebas membentuk racun yang menimbulkan Skombroid. Ini akibat terjadi dekarbsilasi / pemotongan gugus karboksil . Tetapi ini tidak akan atau jarang terbentuk / diproduksi pada suhu di bawah 15 oC. (Eliyasmi, 2008).
Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat. Molekul protein mengandung pula fosfor, belerang, dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga. Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini di samping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno, 2004).
Pada masa pertumbuhan proses pembentukan jaringan terjadi secara besar-besaran, pada masa kehamilan proteinlah yang membentuk jaringan janin dan pertumbuhan embrio. Protein juga mengganti jaringan tubuh yang rusak dan yang perlu dirombak. Fungsi utama protein bagi tubuh ialah untuk membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada (Winarno, 2004).
Protein dapat juga digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Protein ikut pula mengatur berbagai proses tubuh, baik langsung maupun tidak langsung dengan membentuk zat-zat pengatur proses dalam tubuh. Protein mengatur keseimbangan cairan dalam jaringan dan pembuluh darah, yaitu dengan menimbulkan tekanan osmotik koloid yang dapat menarik cairan dari jaringan ke pembuluh darah. Sifat amfoter protein yang dapat bereaksi dengan asam dan basa, dapat mengatur keseimbangan asam-basa dalam tubuh (Winarno, 2004).
Bila kita mengkonsumsi makanan berprotein, tubuh akan menyerap protein dalam bentuk asam amino. Asam amino ini terbagi dalam asam amino nonesensial dan asam amino esensial. Asam amino esensial inilah yang mesti diperoleh dari makanan, karena tubuh tidak bisa membuatnya sendiri. Asam amino esensial terdiri atas isoleusin, leusin, lisin, methionin, femialanin, threonin, triptofan, dan valin. Jumlah konsumsi protein bagi setiap orang berbeda, tergantung pada umur, berat badan, jenis kelamin, dan mutu protein.
Protein sangat penting untuk keperluan fungsional maupun struktural dan untuk keperluan tersebut komposisi asam-asam amino pembentuk protein sangat penting fungsinya. Bahan pangan umumnya terdiri atas 20 macam asam-asam amino, yaitu 8 macam asam amino essensial dan 12 macam asam amino non-essensial, seperti terlihat pada tabel di bawah ini:
            Tabel Asam-asam Amino dalam Bahan Pangan
Asam Amino Essensial
Tipe
Asam Amino Non-Essensial
Tipe

Valin
Leusin
Isileusin
Treonin
Lisin
Metionin
Fenilalanin
Triptofan
Sederhana
Sederhana
Sederhana
Hidroksi
Basa
Sulfur
Aromatik
Heterosiklik

Glisin
Valin
Serin
Asam aspartat
Asam glutamat
Ornitin
Arginin
Histidin *
Sistein
Tirosin
Prolin
Hidroksiprolin
Sederhana
Sederhana
Hidroksi
Asam
Asam
Basa
Basa
Basa
Sulfur
Aromatik

* Essensial untuk anak-anak
Sumber: Buckle (1987)


F.2 Bahan Dan Metoda
Penetapan Protein Kasar (Metode Semi Mikro – Kjehdahl)
Prosedur kerja:
Ø  Bahan ditimbang 0,5 mg dan masukan kedalam labu kjeldahl
Ø  Tambahkan 7 ml H2SO4 pekat, 0,5 gram selenium mixture, lalu dipanaskan untuk menghilangkan uap SO2 selama 1-1,5 jam. Pemanasan mula-mula dengan nyala api kecil lalu api hijau, hingga terbentuk larutan berwarna jernih kehijauan dengan uap SO2 hilang.
Ø  Dinginkan, tambahkan sejumlah kecil air secara perlahan, kemudian dinginkan
Ø  Kemudian pindahkan kedalam labu ukur (100 ml) dan ecenkan sampai tanda tera. Pipet 10 ml dan masukan ke labu destilasi dan tambahkan 15 ml NaOH 50 %, lalu disuling.
Ø  Destilasi dilakukan sampai uap destilasi tidak bereaksi basa (diuji dengan kertas pH). Hasil destilasi ditampung dalam 20 ml larutan asam borat (H3BO3 3%)
Ø  Setelah selesai destilasi, bilasi ujung kondensor dengan aquades
Ø  Kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N menggunakan indikator metil biru
Ø  Lakukan juga penetapan blanko
% Total Nitrogen = (ml HCL – ml blanko) x normalitas HCL x 14,007   x  100 %
                                                               mg sampel
Kadar Protein = % Total nitrogen x Fk





F.3 Hasil Dan Pembahasan
Hasil Pengamatan
Bahan:  Daging sapi
ml HCl            = 8,2 ml
ml blanko        = 0,6 ml
N HCl             = 0,02
Berat sampel  = 1000 mg
FP                    = 4
FK                   = 6,25

 % N  =  x 100%
                =  x 100%
               =  x 100%
               = 0,21291%
     % P   = %N x FK
               = 0,21291 x 6,25
               = 1,33 %



Pembahasan
            Daging sapi diperoleh dengan cara menguliti sapi yang telah dipotong di rumah pemotongan hewan. Daging sapi dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya akan gizi protein. Protein sangat diperlukan dalam tubuh, yaitu sebagai zat pembangun dan pengatur, oleh karena itu kita perlu mengetahui kadar protein dalam suatu bahan pangan.
Nitrogen dalam pangan sesungguhnya bukan hanya berasal dari asam-asam amino protein, tetapi juga dari senyawa-senyawa nitrogen lainnya yang dapat atau tidak digunakan sebagai sumber nitrogen bagi tubuh. Kadar nitrogen bahan pangan bervariasi antara 150 -180 g/kg tergantung dari jumlah asam-asam amino protein yang dikandungnya, serta senyawa-senyawa nitrogen lain seperti purin, pirimidin, asam amino bebas, vitamin, kreatin, kreatinin dan gula-gula asam amino (Muchtadi (1989).
Dengan metode kjeldahl maka kita dapat diketahui kadar protein yang terkandung dalam suatu bahan, seperti daging. Persentase protein bahan dapat dihitung melalui banyaknya persentase Nitrogen yang hilang saat dilakukan analisa.
Selain daging sapi masih banyak lagi sumber protein lainnya, baik dari hewan maupun dari tumbuh-tumbuhan, seperti: susu, telur, kacang-kacangan, dan sebagainya. Semua bahan ini dapat diukur kadar proteinnya dengan metode mikro-kjedahl. Dalam melakukan analisa protein dengan meotode ini sangat diperlukan ketelitian dan kehati-hatian, karena menggunakan bahan kimia berbahaya, seperti asam sulfat pekat. Oleh karena itu pengenceran/ pereaksian harus dilakukan di ruangan asam.
Faktor konversi yang digunakan dalam perhitungan kadar protein suatu bahan adalah menggambarkan kandungan nitrogen pada bahan tersebut. Karena protein hanya dapat dihitung melalui kadar nitrogen bahan, maka harus dikalikan dengan faktor konversi. Faktor konversi ini rata-rata berjumlah 6,25, namun hal ini tidak sama untuk semua bahan pangan. Dalam perhitungan ini diperolehlah kadar protein daging sapi adalah sekitar 1,33%.
BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Dalam praktikum Analisa Hasil Pertanian diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.      Serat jerami mengandung lignoselulosa, hal ini terbukti saat dianalisa ternyata kandungan lignin pada batang jerami adalah sebesar 43,25%.
2.      Untuk menganalisa adanya kandungan lignin dalam batang jerami digunakan larutan asam sulfat pekat dengan berbagai perlakuan pemanasan.
3.       Berdasarkan hasil pengamatan, kadar katechin yang diperoleh adalah 0,095%. Ini sangat berbeda jauh dengan literatur yang menyebutkan kadar katechin gambir mencapai 51%.
4.      Semakin gelap warna gambir maka cahaya yang diserap juga semakin banyak, dan ini menandakan kadar katechinnya juga semakin tinggi, karena besarnya Absorban sebanding dengan kadar katechin.
5.       Tannin di dalam gambir yang diuji adalah sekitar 32,24%. Kadar tannin dinalisis melalui titrasi dengan KmnO4.
6.       Minyak bekas mempunyai kadar asam lemak bebas yang tinggi dibandingkan dengan minyak yang baru atau belum dipakai. Hal ini karena minyak bekas sudah teroksidasi oleh panas dan lemak sudah terurai menjadi asam lemak bebas.
7.       Secara umum minyak bekas mempunyai kadar air yang lebih tinggi daripada minyak baru. Hal ini terjadi karena minyak bekas telah digunakan untuk menggoreng bahan-bahan yang mengandung air, sehingga kadar air bahan tersebut bisa saja berpindah pada minyak ini.
8.       Tingginya kadar kotoran dalam minyak curah adalah karena minyak tersebut sering terbuka saat dilakukan transaksi penjualan, artinya tidak tertutup rapat seperti bimoli, yang mengakibatkan kotoran dapat masuk dari manapun.
9.       Index bias melambangkan perbandingan kekentalan minyak dibandingkan dengan kekentalan air.
10.   Bilangan asam minyak bekas lebih tinggi daripada minyak baru, karena minyak bekas mempunyai asam lemak bebas yang lebih tinggi sehingga membutuhkan larutan yang banyak untuk menetralkan asam lemak bebas tersebut.
11.  Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa bobot jenis minyak nilam adalah sekitar 0,94 - 0,97.
12.  Kadar serat kasar nenas adalah sekitar 14,1%.
13.   Buah-buahan yang sudah matang akan terasa manis, hal ini karena terjadinya penguraian karbohidrat menjadi gula-gula sederhana, seperti sukrosa, glukosa, dan fruktosa.
14.   Kadar gula buah lebih tinggi daripada kadar gula sayur. Hal ini adalah karena buah memiliki kadar pati yang tinggi daripada sayuran.
15.  Kadar nitrogen bahan pangan bervariasi antara 150 -180 g/kg tergantung dari jumlah asam-asam amino protein yang dikandungnya, serta senyawa-senyawa nitrogen lain seperti purin, pirimidin, asam amino bebas, vitamin, kreatin, kreatinin dan gula-gula asam amino

B.     SARAN
Dalam melakukan analisa hasil pertanian ini disarankan kepada praktikan agar bekerja teliti dan hati-hati, karena hasilnya bisa jadi pegangan untuk masa depan dan kebaikan pengetahuan bersama. Selain itu, dalam laboratorium banyak terdapat zat kimia berbahaya untuk analisis tersebut, sehingga dibutuhkan kehati-hatian.




DAFTAR PUSTAKA
Administrator. 2008. Khasia tGambir. Diakses dari http://www.litbang.deptan.go.id
Affrianto, Eddy. 2008. Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta
Anonim. 2008. Gambir. Diakses dari www.wikipedia.com
Anonim. 2008. Asam Lemak. Diakses dari www.wikipedia.com
Anonim. 2009. Pulping Jerami. Diakses dari http://onlinebuku.com
Anonim. 2010. Serat. Diakses dari http://id.wikipedia.org
Buckle,  KA. 1987 . Ilmu Pangan. Jakarta : Universitas Indonesia.
Eliyasmi, Rifma. 2008. Penuntun Praktikum Fisiologi Dan Teknologi Pascapanen. Padang: Universitas andalas.
Gsiantri. 2003. Tentang Serat Makanan. Diakses dari http://www.kompas.co.id/kesehatan/news
Herlina, Netti dan M. Hendra S. 2002. Lemak Dan Minyak. Diakses dari www.arry.yanuar.googlepages.com
Muchtadi, D. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, IPB. Bogor.
Suharyanto. 2007. Halo Dunia. Diakses dari http://suharyanto.wordpress.com
Tensiska. 2009. Serat Makanan. Semarang: Universitas Padjadjaran. Diakses dari http://pustaka.unpad.ac.id
Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.  Jakarta.